Di Balik Indahnya Villa Anggrek
Oleh : Mira Iriani
“Hadi… Ayo bangun! Mau
ikut mandi di sungai nggak?”Randi berteriak membangunkan adiknya.
“ Iya.. tentu saja aku mau bang, memang itu yang aku
impikan sebelum liburan di sini” dengan segera Hadi melompat keluar dari
selimutnya dan bergegas mengambil peralatan mandi, dengan terbirit-birit Hadi
mengejar abangnya yang sudah berangkat duluan.
Suasana pagi ini di sungai samping rumah Paman Yono
memang ramai dari biasanya, mungkin karena hari minggu dan awal liburan pula.
Sudah terlihat ramainya orang melakukan kegiatan di
sungai beberapa orang laki-laki dewasa tampak mandi di bagian agak ke hilir,
beberapa orang ibu- ibu sibuk dengan cuciannya, dan sekelompok anak-anak tampak
asyik mandi sambil main air.Mereka tak menghiraukan dinginnya air sungai pagi
itu.
Dengan segera Randi dan Hadi ikutan nimbrung ke
dalam sungai tersebut dan segera menikmati dingin nya air sungai di kaki bukit
tersebut.
“Bang..lihat deh ke arah sana, indah sekali villa
yang di atas bukit itu ya, bang? “ tiba-tiba Hadi menunjuk ke arah bukit.
Randipun mengikuti arah telunjuk adiknya dengan pandangan mata, dan benar di
atas bukit sana berdiri dengan indahnya sebuah villa yang diberi cat putih,
sekeliling villa tersebut ditanami dengan pohon-pohon dan yang lebih indahnya
lagi, sebuah taman anggrek beraneka warna turut menghiasi villa tersebut.
“Iya..ya indah sekali villa itu, pak, pak villa yang
di atas bukit itu siapa yang punya ya pak? Boleh nggak kalau kita berkunjung ke
sana?”Randi bertanya pada seorang laki-laki separuh baya yang sedang mandi di
sampingnya.
“Wah jangan, dek jangan ke sana, villa tersebut
kelihatannya saja indah tetapi sebenarnya angker, sudah banyak lho orang-orang
yang pergi ke sana tapi nggak pernah ada yang bisa pulang, kata-kata orang sih
villa itu ada penghuninya, lebih baik jangan ke sana dek” Lelaki separuh baya
tersebut menjawab dengan panjang lebar.
Jawaban laki-laki tersebut membuat kedua remaja
tersebut jadi penasaran dalam pikiran mereka “ apa iya di zaman secanggih ini
masih ada penghuni- penghuni begituan, seperti yang dibilang bapak tadi.
Dengan masih penasaran selesai mandi mereka segera
pulang ke rumah paman Yono, sepanjang perjalanan mereka tidak banyak bicara,
sepertinya asyik dengan pikiran masing-masing.
Ketika sarapan pagi, rasa penasaran itu tambah
menjadi-jadi.Hal itu mereka utarakan kepada paman Yono.“ Paman, kata orang,
villa indah yang ada di atas bukit sana angker ya paman, apa benar begitu?”
dengan tak sabaran Hadi bertanya pada pamannya.
“Dari mana kalian tahu
perihal villa tersebut?” paman Yono menanggapinya dengan acuh tak acuh.
“Tadi dari bapak-bapak
yang ada di sungai itu.” Jawab Randi.
“Entahlah, pamanpun juga tidak tahu pasti, sejak
paman tinggal di desa ini enam bulan yang lalu memang sudah terdengar cerita
seperti itu, katanya villa itu angker, ada penghuninya, siapa yang pergi ke
sana pasti tidak akan bisa kembali lagi, sehingga paman lihat penduduk
sepertinya enggan menjawab kalau ditanya perihal villa itu, katanya takut kena
tulah, tapi entahlah nggak usahlah kalian pikirkan, kalian kan ke sini untuk
liburan, ya sudah nikmati saja liburannya” jawab paman sambil menghabiskan sisa
kopinya. Paman segera menyudahi diskusi pagi itu.
Rasa penasaran yang menggebu-gebu masih menyelimuti
hati kedua remaja kota tersebut. Sampai pada malam harinya mereka tidak bisa
tidur dengan nyenyak.
“Hadi, kamu sudah tidur?”Tanya Randi perlahan, takut
membuat sepupunya Rahmat terbangun.
“Belum bang, mataku nggak mau diajak kompromi nih,
aku kefikiran terus sama villa anggrek di atas bukit sana, masa iya ada villa
seindah itu meminta korban manusia? Nggak masuk akal rasanya, bang.”
“Abang juga merasakan
seperti itu Di, ransanya ada yang janggal” tukas Randi.
“Aku sih sudah dari dulu penasaran, tapi karena
nggak ada orang yang mau diajak kerjasama ya terpaksa rasa penasaranku itu aku
simpan aja dalam lemari”.Tiba-tiba Rahmat menyahut dari dalam selimutnya.
Kedua sepupunya serentak menoleh kearah
Rahmat.“Beneran nih Mat, kamu juga penasaran, kirain kamu juga ikuta penduduk
desa ini, terpengaruh cerita villa anggrek angker itu” jawab Hadi masih
perlahan, takut terdengar oleh pamannya di kamar sebelah.
“Ya, sudahlah bagaimana kalau besok kita pergi ke
villa tersebut, kita berangkat selesai sarapan, tapi jangan kasih tau paman
kalau di kasih tau pasti kita tidak diizinkan” Randi segera menyudahi
pembicaraan malam itu.
Selesai sarapan pagi, mereka menunggu pamana Yono
berangkat ke kantor kelurahan tempatnya bekerja. Tak lama berselang setelah
paman Yono berangkat, mereka pun bersiap-siap, dengan alasan ingin
melihat-lihat pemandangan desa, mereka berpamitan pada bibi Fatimah.
Mereka bertiga berangkat menuju ke villa anggrek,
Rahmat sebagai penunjuk jalan karena Rahmat sudah lebih enam bulan tinggal di
desa ini, maka sedikit banyaknya Rahmat sudah tau jalan.
Ternyata jalan ke villa tersebut tidak terlalu
sulit, ada jalan setapak yang biasa di gunakan oleh pencari kayu bakar yang
menuju ke arah villa itu.Nafas mereka agak sedikit ngos-ngosan ketika mendaki
jalan yang menanjak agak tajam.
Selesai melewati jalan mendaki tersebut, mereka
sudah berada di samping pagar villa anggrek yang berdiri megah, catnya yang
berwarna putih berpadu dengan sentuhan ornament kayu yang berwarna coklat
sungguh kontras dengan sinar matahari pagi yang berkilauan menerangi rumah
tersebut.
Mereka segera menghalau rasa kagum yang membuat
terlalu lama terpesona.Ingat misi yang sedang diembannya, mereka segera
bergerak ke arah villa tersebut.Dengan hati-hati mereka membuka pintu gerbang
pagar yang terbuat dari kayu ulin, ternyata pintu tersebut agak sulit dibuka,
dengan mengeluarkan tenaga ekstra mereka berhasil membukanya.
Randi masuk terlebih dahulu, diikuti oleh Rahmat dan
terakhir Hadi.Mereka segera sembunyi di balik segerombolan tanaman anggrek
bulan yang sedang mekar bunganya.
Dengan memperhatikan keadaan sekitar yang aman-aman
saja saja mereka mulai bergerak dengan hati-hati ke arah pintudepan. Pintu
tersebut berdebu dan ada sedikit sarang laba-laba yang bergelantungan di daun
pintu.Penyelidikan dilanjutkan, mereka dengan mengendap-endap berjalan menuju
ke samping rumah, banyak sampah daun-daunan kering yang berterbangan ditiup
angin.Sampai di halaman belakang, mereka menghampiri pintu yang merupakan akses
masuk ke dalam rumah.
Randi memegang handel pintu untuk membukanya, tetapi
pintu tersebut keras, seolah-olah terkunci. Ketika memegang handel pintu kening
Randi tiba-tiba berkerut, seperti ada yang dipikirkan.
“Ada apa bang, ada yang
aneh ya?” Hadi bertanya.
“Ya nih, coba kalian perhatikan handel pintu ini
bersih nggak ada debunya seperti pintu depan, jarring laba-labanya juga nggak
ada” Randi menjelaskan pada kedua adiknya.
“Ya..ya.. aneh ya bang, kalau begitu kita harus cari
tau keanehan yang lain” tukas Rahmat dengan semangat.
“Ayo..penyelidikan dilanjutkan” kata Hadi sambil
mengepalkan tinjunya dengan semangat.
Ketiga kakak beradik tersebut segera mencari-cari
celah yang bisa di pakai untuk mengintip ke bagian dalam villa.Rahmat memberi
kode sebuah lubang dia temukan di sampan sebuah jendela yang kusennya sudah
lapuk.Rahmat mengintip terlebih dahulu, tiba-tiba wajah Rahmat memucat, dengan
penasaran kedua sepupunya bergantian mengintip.
Tampak di dalam ruangan dapur, seorang laki-laki
separuh baya tertidur pulas di atas kursi goyang dari jati.Di atas meja dapur
terletak berbagai macam bentuk dan ukuran botol kaca dan bahan-bahan kimia.Bau
bahan kimia menusuk hidung mereka.
Dengan segera Randi menarik tangan kedua adiknya
agar menjauhi tempat itu.Mereka memilih tempat persembunyian dibalik rumpun
semak yang tumbuh rimbun di sudut halaman belakang.Setelah di rasa situasi
aman, mereka berbicara dengan berbisik-bisik.
“Benar kan dugaanku, aku rasa memang villa ini nggak ada penghuni
angkernya, Hadi kamu ingat nggak bapak- bapak yang kita tanyai perihal villa
ini di sungai kemarin, sepertinya laki-laki yang tidur di dapur itu dia deh”
papar Randi.
“Aku pun berpikir begitu pas melihat orang yang
tidur itu bang, pasti ada yang nggak beres nih dengan villa ini” jawab Hadi.
“Kalau begitu bagaimana
kalau kita cari petunjuk yang lainnya lagi?” tawar Rahmat.
“Oke..Siapa takut!”
jawab Hadi dengan semangat.
Dengan semangat tapi tetap hati-hati mereka
melanjutkan mencari petunjuk di sekitar halaman belakang villa tersebut.Tak
berapa lama Randi member kode agar kedua adiknya mendekat, Randi menujuk ke
tanah pada bekas tapak sepatu yang tampak di halaman belakang itu.Bekas sepatu
itu sepertinya tidak hanya milik seorang saja.Setelah mereka perhatikan dari
jejak sepatu itu, ada dua orang yang berjalan miring bergandengan seperti
membawa barang yang berat.
Mereka terus mengikuti jejak sepatu yang mengarah
keluar dari halaman belakang, ada pintu kecil untuk keluar dari sana. Dengan
cepat namun waspada tiga saudara itu terus mengikuti jejak tersebut.
Ternyata di luar pagar tersebut ada jalan setapak
yang menuju ke arah jalan besar yang bisa di lalui mobil. Alangkah kagetnya
mereka ketika ada sekitar lima orang laki-laki yang kelihatannya sedang tawar
menawar barang yang ada dalam sebuah peti.
Salah seorang dari laki-laki tersebut mengeluarkan
sebuah bungkusan plastik yang berisi pil-pil kecil dalam
jumlah banyak.Tiga saudara itu saling berpandangan, terjawab sudah kecurigaan
mereka.Dengan cepat Randi mengambil inisiatif menelpon paman Yono melalui
telpon genggamnya.
Tak lama berselang paman Yono datang bersama pak
lurah, keamanan desa dan lima orang polisi. Kelima orang tersebut sangat kaget
mendapat kepungan yang mendadak tersebut.Mereka di amankan termasuk laki-laki
yang tidur di ruangan dapur.
Ketika sampai di kantor lurah, laki- laki yang tidur
di ruangan dapur itu terus memandangi tiga saudara dengan pandangan yang aneh. Dengan
iseng Rahmat berseloroh “ Pak, udah berapa orang sih penduduk desa yang di
jadikan tumbal oleh Villa anggrek “angker” itu?, sekarang mereka udah pada
bebas kan pak?”
Ketiganya tertawa
mengiringi tahanan itu dibawa oleh mobil polisi. (*)